Sekarang ini netizen sedang ramai membicarakan tentang terusan Kra Thailand atau Kanal Kra. Beberapa pertanyaan dan asumsi muncul terkait Kanal Kra Thailand, seperti apakah perekonomian Indonesia akan terganggu dan mengapa berita ini tidak begitu nyaring diberitakan media elektronik atau media online Indonesia.
Kami di sini akan memberikan jawaban dan meluruskan informasi yang sedikit rancu karena asumsi-asumsi liar yang menyeruak. Sejatinya Kanal Kra bukanlah wacana baru dari pemerintah Thailand, terusan Kra merupakan proyek yang statusnya masih direncanakan.
Terusan Kra merupakan sebuah kanal yang melalui Tanah Genting Kra di Thailand Selatan yang digali untuk transportasi laut dengan mempersingkat jalur yang menghubungkan Eropa dan Asia Timur, mirip dengan Terusan Panama (yang menghubungkan Samudera Pasifik dan Samudera Atlantik) dan Terusan Suez (yang menghubungkan Pelabuhan Said di Laut Tengan dengan Suez di Laut Merah). Tanah genting Kra adalah jembatan darat sempit yang menghubungkan Semenanjung Melayu dengan daratan Asia. Bagian timur dari jembatan darat ini milik Thailand, dan bagian barat milik divisi Taninthary Myanmar. Di barat tanah genting ini adalah Laut Andaman, di timur adalah Teluk Thailand.
Tanah Genting Kra
Rencana menggunting sisa tanah Semenanjung Malaysia yang terdapat di bagian selatan Thailand dan Myanmar itu sudah muncul pertama kali sekitar tahun 1677 yang digagas oleh penguasa Thailand saat itu, Raja Narai, yang digarap oleh insinyur Perancis de Lamar.
Pada awalnya, dengan teknologi yang dimiliki pada abad ke-17 saat itu dirasa masih memungkinkan untuk melaksanakan proyek Kanal Kra, hingga memunculkan niat de Lamar untuk memotong tanah genting Kra. Namun gagasan itu akhirnya dibatalkan oleh Raja Narai dengan mempertimbangkan beberapa aspek lainnya.
Pada tahun 1793, gagasan ini muncul kembali dari adik Raja Chakri. Ia menyarankan untuk membangun terusan Kra agar mempermudah melindungi wilayah pantai barat dengan kapal militer untuk awal abad ke-19. Lagi-lagi wacana ini mendapatkan hasil negatif dengan alasan yang hampir sama dengan wacana sebelumnya.
Pada tahun 1882, kontruktor dari Kanal Suez, Ferdinand de Lesseps, mengunjungi daerah Tanah Genting Kra, tetapi Raja Thailand saat itu tidak mengizinkan untuk menyelidiki secara rinci. Pada tahun 1897, Thailand dan kerajaan Inggris sepakat untuk tidak membangun kanal sehingga dominasi regional dari pelabuhan Singapura akan tetap dipertahankan.
Setelah lama tidak terdengar, pada tahun 2005 wacana Kanal Kra akhirnya muncul kembali ke permukaan, namun wacana tersebut belum mampu direalisasikan. Bahkan pada tahun 2015, pihak China mengajukan proposal untuk pembangunan Kanal Kra sebagai bagian dari perkembangan maritim abad 21.
Rencana untuk pembangunan kanal telah dibahas dan dieksplorasi beberapa kali, tetapi belum juga dilaksanakan. Masalah biaya dan mempertimbangkan dampak lingkungan telah dihitung berdasarkan manfaat ekonomi dan strategis potensial.
Pada 15 Mei 2015, nota kesepahaman telah ditandatangani oleh Investasi Infrastruktur dan Pengembangan perusahaan China-Thailand di Guangzhou. Namun pada 19 Mei 2015, pemerintah Thailand membantah laporan bahwa kesepakatan telah ditandatangani dengan China untuk membangun kanal.
Grafik jalur laut jika Kanal Kra dibuka
Saat ini isu pembangunan Kanal Kra kembali menyeruak dengan beberapa tanggapan miring yang mengganggap ekonomi Indonesia akan terkena imbasnya jika proyek Kanal Kra terealisasi. Menurut laporan Antara News pada Desember 2016, Menteri Luhut Pandjaitan turut larut dalam euforia, ia akan mendiskusikan peluang yang dapat diambil oleh Indonesia jika Kanal Kra benar-benar dibuka.
Isu pembangunan Kanal Kra mendadak sontak menyeruak ke atas pentas wacana publik di Tanah Air. Harapan akan berkembangnya Pelabuhan Sabang dan Pelabuhan Kuala Tanjung pun membuncah jika kanal itu betul-betul terwujud kelak.
Sebab, pelabuhan di Aceh Darussalam dan Sumatera Utara itu tidak jauh posisinya dari mulut alur keluar-masuk Kanal Kra.
Menteri Luhut Binsar Pandjaitan sebagaimana diberitakan media turut pula larut dalam euforia yang ada. Ia sambangi Badan Perencanaan Pembangunan Nasional dan bertemu Bambang Sumantri Brojonegoro, sang kepala Bappenas.
"Kami mendiskusikan peluang yang bisa diambil oleh Indonesia bila Kanal Kra dibuka. Tetapi, untuk sementara akan melihat perkembangan situasi saja," begitu kira-kira pernyataan Luhut kepada media usai bersua Bambang.
Beberapa pihak yang kontra pembangunan kanal telah mengajukan beberapa nota keberatan:
- Sebuah kanal akan membagi wilayah negara secara fisik dan menimbulkan risiko keamanan.
- Permintaan transit akan jauh dari ekspektasi.
- Tanah yang digali akan menimbulkan masalah baru
- Akan menciptakan masalah pada lingkungan
- Kanal akan memisahkan empat wilayah Selatan Thailand yang memungkinkan gerakan separatis untuk berkembang.
Pada awal tahun 2017, Raja Thailand kembali mengangkat gagasan untuk membangun kanal karena dirasa sangat menguntungkan. Sebuah perusahaan Cina baru saja menyelesaikan studi kelayakan, memutuskan rute terbaik untuk kanal. Sementara pihak China tidak akan membuka kembali proyek kecuali pemerintah Thailand secara resmi mendukungnya, potensi dukungan pemerintah Thailand sekarang ini cukup tinggi.
Kanal Kra akan menjadi pusat dari transformasi yang sedang berlangsung dari seluruh wilayah. Potensi bahwa Cina dan Jepang akan bergabung dengan Thailand untuk membangun Terusan Kra, dan tidak menutup kemungkinan dengan pihak lain termasuk AS di bawah kepemimpinan baru, menjadi terobosan besar bagi perdamaian dunia melalui pembangunan untuk Asia dan dunia.
Pada dasarnya jika proyek Kanal Kra benar-benar terealisasi, dampaknya akan bersaing dengan pelabuhan di daerah Selat Malaka, termasuk Port Klang, Tanjung Pelepas, dan Singapura. Pihak yang akan terkena dampak paling besar adalah Singapura, mereka menyatakan keprihatinan tentang dampak negatif terhadap ekonomi dari kanal yang diusulkan. Bahkan Kanal Kra akan mengubah Singapura secara keseluruhan, karena selama ini mereka sangat mengandalkan perekonomian jalur laut.
Bagi Malaysia, dampak dari Kanal Kra tidak akan terasa selama 15 tahun setelah Kanal Kra selesai dibangun. Sedangkan bagi Indonesia tidak akan terasa dampaknya secara signifikan, kecuali wilayah yang dikelilingi oleh Selat Singapura dan Selat Malaka, seperti wilayah pulau Batam yang merupakan jalur pelayaran internasional dan berbatasan langsung dengan Singapura dan Malaysia. Bahkan jika kanal ini terwujud, Indonesia akan mendapat potensi keuntungan dengan kemungkinan berkembangnya Pelabuhan Sabang dan Pelabuhan Kuala Tanjung.
Secara maritim, Kanal Kra tidak akan mengganggu konsep poros maritim Indonesia. Menurut Menko Kemaritiman Indroyono Soesilo (21/1/2015), pembangunan kanal yang menghubungkan Laut China Selatan, Teluk Thailand dan Samudera India ini hanya untuk kapal-kapal internasional. Sementara kapal nasional tetap melalui Selat Malaka. Jika kapal-kapal asing tidak lagi melintasi Selat Malaka, pemerintah Indonesia tidak mengalami kendala ataupun kerugian.
Kesimpulan: Proyek Kanal Kra sudah bergulir sejak abad ke-17. Sejak saat itu wacana membelah Tanah Genting Kra untuk mempersingkat jalur Asia Timur dan Eropa beberapa kali didengungkan, namun semua hasilnya negatif. Awal tahun ini wacana Kanal Kra kembali menyeruak, namun kepastiannya belum jelas.
Jika Kanal Kra benar-benar dibuka, Indonesia tidak mengalami kendala ataupun kerugian karena Indonesia merupakan produsen dan konsumen yang sangat besar. Bahkan pelabuhan di Aceh Darussalam dan Sumatera Utara berpotensi lebih berkembang karena posisinya tidak jauh dari mulut alur keluar-masuk Kanal Kra.
Dibalik keuntungan dari proyek Kanal Kra bagi pihak Thailand dan pihak yang terlibat, efek negatif juga patut diperhitungkan apakah proyek ini layak untuk diwujudkan. Yang pasti, setelah beberapa kali proyek ini dibatalkan, kemungkinan ada beberapa pertimbangan yang tidak memungkinkan proyek ini terwujud, tidak seperti Terusan Panama dan Terusan Suez. Namun tidak mustahil jika suatu hari nanti Kanal Kra akhirnya dapat dibuka secara resmi, hingga saat ini semua baru sebatas rencana.
Salam YukViral.
Referensi
Channel NewsAsia (Thailand denies Kra Canal deal)
German Institute of Global and Area Studies Institute of Asian Studies (The Kra Canal and Southeast Asian Relations)
Energy Information Administratioan. pdf (World Oil Transit Chokepoints)
Thai Canal.pdf (What will Thailand benefit from the Thai Canal project?)
The Nation Multimedia (Thailand ponders digging Kra Isthmus - again!)
Larouche PAC (Major Breakthrough on Kra Canal Potential)
Antara News (Mendedah ketidakmungkinan Kanal Kra)
SindoNews (Pemerintah Jamin Kanal Kra Tak Ganggu Poros Maritim RI)
Penjelasan Proyek Kanal Kra Thailand
4/
5
Oleh
Marveleus