1 Juni diperingati sebagai "Hari Lahir Pancasila", namun kontroversi beredar ada yang tidak setuju bahwa lahirnya Pancasila seharusnya 18 Agustus. Untuk menyikapi kontroversi tersebut, mari kita pelajari sejarah perumusan Pancasila dan tercetusnya "Hari Lahir Pancasila" hingga disahkan Pancasila sebagai dasar Negara Indonesia.
Pada tanggal 1 Maret 1945 Saiko Syikikan mengumumkan pembentukan Dokuritsu Zyunbi Tjoosakai atau Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK). Tujuan politik pembentukan BPUPK tersebut ialah agar rakyat Indonesia tetap memberikan dukungan kepada Jepang, sekalipun kedudukan militer Jepang di front Pasifik sudah goyah. Tugas badan ini ialah untuk mempelajari soal-soal yang berhubungan dengan segi-segi politik, ekonomi, dan tata-pemerintahan yang diperlukan dalam usaha pembentukan Indonesia yang merdeka “di kelak kemudian hari”.
Sidang BPUPK diadakan dari tanggal 29 Mei 1945 sampai 1 Juni 1945 dan dilanjutkan mulai tanggal 10-17 Juli 1945. Sidang-sidang tersebut diselenggarakan di bekas gedung Volksraad atau pada zaman Jepang dikenal sebagai Gedung Tyuuoo Sangi-In, yaitu Gedung Pancasila sekarang.
Anggota BPUPK terdiri dari 62 orang bangsa Indonesia, termasuk 4 orang dari golongan keturunan China, Arab, dan Belanda ditambah 7 anggota istimewa bangsa Jepang. Badan ini diketuai oleh Dr. KRT Radjiman Wedyodiningrat, dibantu dua Wakil Ketua yaitu seorang Jepang bernama Yoshido Ichibangse dan R.P.Soeroso. Ketua BPUPK mengajukan pertanyaan kepada sidang mengenai “Apa dasar Negara Indonesia yang akan kita bentuk?”
Pada tanggal 1 Juni 1945, anggota BPUPK Ir. Soekarno mendapat giliran untuk menjawab pertanyaan Ketua tersebut dan kesempatan itu juga digunakan untuk menanggapi uraian pembicara-pembicara sebelumnya. Jawaban Ir. Soekarno berisi lima sila yang diusulkan untuk dijadikan Dasar Negara Indonesia Merdeka. Kelima Sila tersebut adalah: Kebangsaan Indonesia, Internasionalisme atau Peri Kemanusiaan, Mufakat atau Demokrasi, Kesejahteraan Sosial, dan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Pidato tersebut telah mendapat sambutan hangat dari segenap anggota BPUPK. Menurut notulen rapat dicatat sebagai tepuk tangan yang “riuh”, “riuh rendah” dan “menggemparkan”. Dalam kata pengantar atas dibukukannya pidato tersebut, yang untuk pertama kali terbit pada tahun 1947, mantan Ketua BPUPK Dr. Radjiman Wedyodiningrat menyebut pidato Ir. Soekarno itu berisi “Lahirnya Pancasila,” dan “telah keluar dari jiwanya secara spontan, meskipun sidang ada di bawah pengawasan keras dari Pemerintah Balatentara Jepang”.
Sebagai seorang yang mengikuti dan mendengar sendiri pidato Ir. Soekarno tanggal 1 Juni 1945, Dr. Radjiman Wedyodiningrat juga menyatakan bahwa “Lahirnya Pancasila” ini adalah buah “rekaman stenografis” dari pidato Bung Karno yang diucapkan dengan tidak tertulis dahulu dalam sidang yang pertama pada tanggal 1 Juni 1945 ketika sidang membicarakan “Dasar Negara kita” sebagai penjelmaan dari angan-angannya. Tentunya kalimat-kalimat sesuatu pidato yang tidak tertulis dahulu kurang sempurna tersusunnya, tetapi yang penting ialah isinya.
Sidang pertama BPUPK yang dimulai tanggal 29 Mei 1945 dan berakhir tanggal 1 Juni 1945 memutuskan untuk membentuk Panitia Kecil yang diketuai Ir. Soekarno dengan tugas untuk merumuskan kembali Pancasila berdasarkan pidato yang diucapkan Ir. Soekarno tanggal 1 Juni 1945. Panitia tersebut juga ditugaskan untuk menyusun rancangan konstitusi yaitu Undang-Undang Dasar bagi Indonesia Merdeka. Dari Panitia Kecil itu dipilih 9 orang yang terdiri dari Ir. Soekarno, Mohammad Hatta, A.A. Maramis, Abikusno Tjokrosoejoso, Abdulkahar Muzakar, H. Agus Salim, Achmad Subardjo, Wahid Hasjim, dan Muhammad Yamin untuk melaksanakan tugas merumuskan Pancasila.
Tugas tersebut mereka selesaikan pada tanggal 22 Juni 1945 dan hasilnya oleh Muhammad Yamin diberi nama “Piagam Jakarta”. Adapun urutan dan rumusannya ialah Ketuhanan Yang Maha Esa dengan Kewajiban Menjalankan Syari’at Islam Bagi Pemeluk-pemeluknya, Kerakyatan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan Yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan dan Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Dalam sidang kedua yang diadakan dari tanggal 10 Juli 1945 hingga 17 Juli 1945, BPUPK menerima dan mengesahkan Piagam Jakarta dan membentuk tiga panitia, yakni Panitia Hukum Dasar yang diketuai Prof. Mr. DR. Soepomo, Panitia Ekonomi dan Keuangan yang diketuai Drs. Mohammad Hatta, dan Panitia Pembelaan Tanah Air yang diketuai Abikusno Tjokrosujoso. Selama persidangan tersebut, BPUPK menghendaki agar Indonesia dapat merdeka selekasnya.
Ketika Pemerintah RI hijrah ke Yogyakarta, Belanda menciptakan ‘negara-negara bagian’ yang tergabung dalam wadah Pertemuan Konsultasi Federal atau Bijeenkomst voor Federal Overleg (BFO). Hal ini tentunya jelas bertujuan secara politik menghancurkan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sidang-sidang BFO dilakukan di Gedung Pancasila. Ketika BFO dibubarkan karena sudah tercapai kesepakatan dalam Persetujuan Konferensi Meja Bundar (KMB), sidang penutupan BFO juga dilangsungkan di Gedung Pancasila dengan dihadiri 15 wakil dari 18 ‘negara bagian’.
Sampai saat ini belum ditemukan catatan dan belum ada pihak yang menyatakan dengan tegas mengenai penamaan resmi Gedung Pancasila. Namun secara obyektif terdapat kenyataan sejarah bahwa di gedung ini para pemimpin bangsa telah mengambil keputusan sejarah yang sangat penting ketika pada bulan Mei, Juni dan Juli 1945 secara sepakat menentukan dasar negara yang akan dijadikan landasan bagi berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia yaitu PANCASILA.
Dari kronik sejarah setidaknya ada beberapa rumusan Pancasila yang telah atau pernah muncul. Rumusan Pancasila yang satu dengan rumusan yang lain ada yang berbeda namun ada pula yang sama. Usulan dasar negara dihadapan sidang pleno BPUPKI baik dalam pidato maupun secara tertulis yang disampaikan kepada BPUPKI. Muh Yamin menyampaikan usulan tertulis yang disampaikan kepada BPUPKI, yaitu:
- Ketuhanan Yang Maha Esa
- Kebangsaan Persatuan Indonesia
- Rasa Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
- Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
- Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Pada tanggal 31 Mei 1945, Soepomo pun menyampaikan rumusan dasar negaranya, yaitu:
- Persatuan
- Kekeluargaan
- Keseimbangan lahir dan batin
- Musyawarah
- Keadilan rakyat
Selain Muh Yamin dan Soepomo, beberapa anggota BPUPKI juga menyampaikan usul dasar negara, diantaranya adalah Ir Sukarno. Usul ini disampaikan pada 1 Juni 1945 yang kemudian dikenal sebagai hari lahir Pancasila. Namun masyarakat bangsa indonesia ada yang tidak setuju mengenai pancasila yaitu Ketuhanan, dengan menjalankan syari'at Islam bagi pemeluk-pemeluknya. Lalu diganti bunyinya menjadi Ketuhanan Yg Maha Esa.
Usul Sukarno sebenarnya tidak hanya satu melainkan tiga buah usulan calon dasar negara yaitu lima prinsip, tiga prinsip, dan satu prinsip. Sukarno pula-lah yang mengemukakan dan menggunakan istilah “Pancasila” (secara harfiah berarti lima dasar) pada rumusannya ini atas saran seorang ahli bahasa (Muhammad Yamin) yang duduk di sebelah Sukarno. Oleh karena itu rumusan Sukarno di atas disebut dengan Pancasila, Trisila, dan Ekasila.
Rumusan Pancasila dari Ir Sukarno:
- Kebangsaan Indonesia - atau nasionalisme -
- Internasionalisme - atau peri-kemanusiaan -
- Mufakat - atau demokrasi -
- Kesejahteraan sosial
- Ketuhanan
Selain usulan-usulan perumusan Pancasila di atas, dalam menentukan hubungan negara dan agama anggota BPUPKI terbelah antara golongan Islam yang menghendaki bentuk teokrasi Islam dengan golongan Kebangsaan yang menghendaki bentuk negara sekuler di mana negara sama sekali tidak diperbolehkan bergerak di bidang agama. Persetujuan di antara dua golongan yang dilakukan oleh Panitia Sembilan tercantum dalam sebuah dokumen “Rancangan Pembukaan Hukum Dasar”. Dokumen ini pula yang disebut Piagam Jakarta (Jakarta Charter) oleh Mr. Muh Yamin.
Berikut versi populer rumusan rancangan Pancasila menurut Piagam Jakarta yang beredar di masyarakat:
- Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.
- Kemanusiaan yang adil dan beradab
- Persatuan Indonesia
- Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
- Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Naskah asli Piagam Jakarta (Wikimedia Commons)
Pancasila sebagai dasar negara merupakan hasil kesepakatan bersama para Pendiri Bangsa yang kemudian sering disebut sebagai sebuah “Perjanjian Luhur” bangsa Indonesia. Namun di balik itu terdapat sejarah panjang perumusan sila-sila Pancasila dalam perjalanan ketatanegaraan Indonesia. Sejarah ini begitu sensitif dan salah-salah bisa mengancam keutuhan Negara Indonesia. Hal ini dikarenakan begitu banyak polemik serta kontroversi yang akut dan berkepanjangan baik mengenai siapa pengusul pertama sampai dengan pencetus istilah Pancasila.
Setelah melalui proses persidangan dan lobi-lobi akhirnya rumusan Pancasila hasil penggalian Bung Karno tersebut berhasil dirumuskan untuk dicantumkan dalam Mukadimah Undang-Undang Dasar 1945, yang disahkan dan dinyatakan sah sebagai dasar negara Indonesia merdeka pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh BPUPKI.
Dalam kata pengantar atas dibukukannya pidato tersebut, yang untuk pertama kali terbit pada tahun 1947, mantan Ketua BPUPKI Dr. Radjiman Wedyodiningrat dalam cetakan kedua Departemen Penerangan RI, ia memberikan kata pengantar sebagai berikut:
Dengan perasaan gembira saya terima permintaan penerbit buku ini untuk memberi- kan sepatah duapatah kata pengantar, serta dengan segala senang hati saya penuhi permintaan tersebut.
Sebagai "Kaitjoo" (ketua) dari "Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai" Badan Penyelidik Usaha PersiapanKemerdekaan) saya mengikuti dan mendengar sendiri diucapkannya pidato ini oleh Bung Karno,sekarang Presiden Negara kita.
Oleh karena itu sungguh menggembirakan sekali maksud penerbit untuk mencetak pidato Bung Karnoini, yang berisi "Lahirnya Pancasila" dalarn sebuah buku kecil.
Badan "Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai" itu telah mengadakan sidangnya yang pertama dari tanggal 29 Mei tahun 1945 sampai dengan tanggal 1 Juni 1945 dan yang kedua dari tanggal 10 Juli 1945 sampaidengan tanggal 17 Juli 1945.
"Lahirnya Pancasila" ini adalah buah "stenografisch verslag" dari pidato Bung Karno yang diucapkandengan tidak tertulis dahulu (voor de vuist) dalam sidang yang pertama tanggal 1 Juni 1945 ketika sidangmembicarakan "Dasar (Beginsel) Negara Kita", sebagai penjelmaan daripada angan-angannya.
Berikut video Bung Karno tentang Pancasila sebagai dasar Negara Indonesia:
Artikel ini sedapat mungkin menghindari polemik tentang kapan sebenarnya "lahirnya Pancasila". Jika melihat perjalanan sejarahnya, pemerintah Indonesia menetapkan "Hari Lahir Pancasila" pada 1 Juni berdasarkan pidato Sukarno tentang dasar Negara Indonesia yaitu Pancasila, kemudian dirumuskan bersama yang berisi lima sila. Setelah proses perumusun Pancasila pada pada bulan Mei, Juni dan Juli 1945, akhirnya rumusan Pancasila disahkan untuk dicantumkan dalam Mukadimah Undang-Undang Dasar 1945 oleh BPUPKI pada 18 Agustus 1945 sebagai dasar negara Indonesia.
Benarkah 1 Juni Hari Lahirnya Pancasila?
4/
5
Oleh
Marveleus