Kamis, 14 September 2017

Paradoks Hoaxes: Informasi Menyesatkan Lebih Cepat Menyebar Secara Luas dan Bertahan Lama, Bahkan Setelah Ada Bantahannya



Seperti yang sudah diketahui hoax adalah sebuah tipuan yang disengaja. Penyebaran hoax bukan hanya berasal dari orang-orang yang membaginya, tapi tidak adanya kesadaran dalam berinternet sehat yang paling bertanggungjawab hoax semakin luas penyebarannya. Bahkan ketika hoax sudah dibantah, tidak akan dapat menghapusnya dari peredaran.

Di zaman informasi yang serba instan dan besar-besaran, setiap orang akan kesulitan menemukan berita fakta secara up to date. Dalam hal ini semuanya kembali kepada diri masing-masing dalam menyikapi setiap informasi yang diterima, apakah akan menelan mentah-mentah atau mencoba memverifikasinya.

Pengetahuan dan sikap skeptis adalah kunci utama yang harus selalu dipertahankan, tidak jarang sikap tersebut tidak konsisten dan cenderung tebang pilih di mana informasi yang sesuai selera adalah mutlak dianggap kebenaran, kebenaran berdasarkan selera. Kesalahan (hoax) akan bertahan lebih lama, bahkan ketika fakta-fakta telah hadir sebagai bantahan.

Pengetahuan yang akurat terkadang selalu diabaikan karena dianggap tidak menarik atau bertentangan dengan doktrin yang bersemayam dalam pikiran. Fakta yang telah melalui proses verifikasi tidak akan mudah menyebar dengan cepat, tidak seperti hoax yang sangat mudah menjadi viral. Pada dasarnya hoax lebih menarik dan sensasional dibanding bantahannya, meminum racun akan cepat bereaksi dibanding meminum vitamin yang butuh waktu lama untuk mendapatkan manfaatnya.

Bahkan jurnalisme mainstream ikut berperan dalam penyebaran hoax hingga menjadi iterasi sebagai rujukan, masyarakat sebagian besar akan sangat percaya kepada media mainstream dan menganggap semua berita yang disampaikan 'tidak mungkin' hoax, setidaknya secara teori, jurnalisme mainstream akan mematuhi standar kode etik jurnalistik. Tingkat kepercayaan dalam jurnalistik merupakan barometer penting yang akan memudar ketika masuk ke dalam penyebaran berita palsu atau menyesatkan.

Dengan demikian, dalam kehidupan internet masyarakat tidak sepenuh hati percaya dan tetap skeptis pada jurnalisme mainstream, tidak juga selalu berprasangka buruk. Di sisi lain, efek dari penurunan kepercayaan kepada media online, masyarakat mulai beralih mencari informasi yang lebih luas dari sumber berita, tidak semua orang dapat melakukan pemeriksaan yang lebih luas untuk dijadikan verifikasi berita.


Saat ini ekosistem informasi di Indonesia tidak lagi jernih, masyarakat seperti terpecah menjadi dua kubu dalam menyampaikan informasinya, diperkeruh dengan banyaknya blog dan outlet berita clickbait serta media mainstream yang memanfaatkannya untuk mendulang pembaca sebanyak-banyaknya demi pendapatan iklan ataupun berdasarkan pesanan.

Sebagai sarana penyebaran berita palsu dan menyesatkan terbesar, Facebook dan Google telah berinisitif membendung aliran berita palsu dan hoax. Namun yang perlu diingat adalah apa yang dilakukan Facebook dan Google konteksnya secara global, hal ini tidak mungkin efektif secara keseluruhan dalam pemberantasannya. Semua kembali kepada para penggunanya untuk ikut berperan serta masuk dalam pertempuran untuk memecahkan masalah berita palsu dan menyesatkan.

Tidak dipungkiri bahwa berita palsu dan menyesatkan adalah komoditas menarik untuk dieksploitasi, sebuah bisnis hitam dengan mengorbankan moralitas untuk menarik pendapatan iklan. Hal ini juga merupakan sebuah keuntungan untuk media tertentu yang mengandalkan pada berita utama yang sensasional.

Hal lainnya, seseorang atau kelompok mempublikasikan kebohongan untuk mempengaruhi masyarakat dalam mengejar tujuan-tujuan politik, kepentingan, ekonomi dan lainnya. Dalam keadaan tertentu, publikasi informasi menyesatkan dapat menyebabkan kerusakan serius hingga terjadinya perang urat saraf di media sosial ataupun kehidupan nyata, tidak sedikit sebuah keluarga saling bertengkar hanya karena berbeda pandangan yang disebabkan oleh doktrin dari informasi yang beredar di internet dan jejaring sosial.

Semua itu bisa merusak reputasi individu, melanggar privasi mereka atau memicu reaksi bencana kolektif. Sejatinya fakta sifatnya sangat kompleks dan rumit, semua informasi berita yang disampaikan oleh outlet berita sangat mustahil untuk dapat menghindari ketidakakuratan dalam semua laporannya. Menuntut semua jurnalis online untuk memaparkan fakta yang sebenar-benarnya secara lurus dianggap tidak praktis dan monoton, itu akan berpengaruh pada jumlah pembacanya. Bahkan clickbait sudah menginvasi media mainstream di mana klik adalah uang, kualitas konten berita tidak lagi menjadi prioritas utama.

Mempraktekan nilai-nilai dalam kode etik jurnalistik harus menjadi acuan untuk mengontrol kegiatan jurnalistik. Jika membiarkan pejabat publik atau otoritas penguasa untuk memutuskan apa saja yang dianggap kebenaran, hal itu sama saja menyetujui bahwa orang-orang yang berkuasa memiliki hak untuk membungkam suara-suara kritis.

Seperti "ujaran kebencian" dan "berita palsu" menjadi subjektif dalam menilainya, terlalu samar jika ditentukan oleh satu pihak yang berkuasa. Undang-undang untuk mengatur peredaran berita palsu dan ujaran kebencian akan efektif tergantung prakteknya, tidak ada kepentingan dari pihak manapun dan harus menjunjung tinggi profesionalisme dan nilai-nilai kebenaran.

Era digital telah menyediakan ruang untuk memverifikasi fakta yang lebih mudah daripada era tradisional, manipulasi materi digital dapat diselidiki, dan Internet menyediakan infrastruktur untuk memeriksa sumber dan fakta. Aturan utama sebagai pengguna internet adalah tidak mudah percaya pada semua yang Anda baca di internet.

J. Simon pernah menulis di Columbia Journalism Review : "Tentu saja, ada banyak, banyak manfaat untuk lingkungan media kita saat ini. Ada lebih banyak berita dan informasi tersedia yang lebih mudah daripada setiap saat dalam sejarah manusia. Tapi ada kelemahannya juga. Tidak hanya itu, mustahil untuk menganalisis dan memproses semua informasi, tetapi berusaha untuk melakukannya menghasilkan stres kolektif. Para ilmuwan mempelajari perilaku manusia dengan menciptakan artifisial pada situasi stres tinggi dengan membombardir mata pelajaran mereka dengan informasi. Situasi ini sekarang direplikasikan dalam kehidupan kita sehari-hari ."

Dengan demikian pengetahuan dan keputusan individu menjadi peran utama dalam kehidupan di internet dan jejaring sosial. Setiap orang mampu mengindentifikasi hoax yang berasal dari objek luar pikirannya, namun tidak semua orang mampu mengidentifikasi hoax yang berasal dari objek dalam titik pribadi.

Salam Icokes. Sekoci Hoaxes

Related Posts

Paradoks Hoaxes: Informasi Menyesatkan Lebih Cepat Menyebar Secara Luas dan Bertahan Lama, Bahkan Setelah Ada Bantahannya
4/ 5
Oleh